Nyai Hj. A’izzah Amin: Penggerak Perempuan Desa
Nyai Hj. A’izzah Amin Sholeh, atau yang akrab disapa Umik Zah adalah seorang penggerak perempuan desa. Ia lahir pada 14 Agustus 1940 di Jepara. Umik Zah dibesarkan oleh keluarga yang peduli terhadap masyarakat. Ayahnya, KH. Haroen Syakur adalah Rois Syuriyah NU Kecamatan Bangsri dan Ibunya Nyai Hj. Rofi’ah juga aktif menjadi Ketua Muslimat NU Kecamatan Bangsri. Umik Zah sempat bersekolah di SMPN 1 Jepara hanya sampai kelas dua, lalu melanjutkan studinya di NDM (Nahdlatul Muallimat) Kauman, Solo sampai kelas 4, sambil mengaji di Mbah Kiai Zainuddin Kauman, Solo.
Pada usia sekitar 17 tahun (1957), ia menikah dengan Kiai Mochammad Amin Sholeh putra dari Simbah Sholeh Tayu, Pati, guru dari Kiai Haroen Syakur (ayah dari Umik Zah). Awal tahun 1960, Kiai Mohammad Amin dan Umik Zah mendirikan lembaga pendidikan Madrasah dan Pondok Pesantren yang diberi nama Hasyim Asy’ari. Pada 1970-an, Umik Zah (yang waktu itu telah memiliki 5 anak) turut mengikuti ujian persamaan di Pendidikan Guru Agama Negeri di Kudus. Formalitas pendidikan itulah yang mengantarkannya menjadi PNS Guru Agama sampai pensiun.
Dalam kesibukannya sebagai ibu, istri, guru, dan pengasuh pesantren, Umik Zah menginisiasi lahirnya berbagai pengajian ibu-ibu serta melakukan penguatan perempuan di Desa Bangsri.
Inisiatif Membuat Pengajian
Sejak tahun 1960-an Umik Zah membuat semacam halaqoh ibu-ibu membaca Alquran yang diikuti sekitar 30-an orang, setiap Jumat siang. Pesertanya berganti-ganti, berawal dari ibu-ibu yang masih belajar membaca. Hingga saat ini, pengajiannya masih berjalan dengan jumlah jamaah sekitar 20-an orang dan banyak dari mereka yang sudah pandai membaca Alquran.
Umik Zah juga menginisiasi pengajian Rolasan sejak tahun 1980-an. Mulanya pengajian ini diminta oleh perorangan. Pada kesempatan Maulid Nabi Muhammad saw, pengajian ini dilaksanakan setiap hari, di rumah para anggota yang meminta. Bahkan karena semangatnya, pengajian berjalan sampai 35 hari, melebihi satu bulan Maulid. Beriringan dengan perkembangan, pengajian ini kemudian dilaksanakan dengan idaroh (berkeliling dari rumah ke rumah) setiap RW. Hingga kini sebanyak 18 RW di Desa Bangsri memiliki kumpulan pengajian ibu-ibu. Umik Zah kemudian membuat Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) yang digunakan untuk pelaksanaan dan pembiayaan pengajian. BKMT inilah yang memobilisasi ibu-ibu lainnya untuk turut pengajian Rolasan. Peserta Rolasan ini bisa mencapai 2000-an orang, pengajian diselenggarakan setiap tanggal 12 bulan hijriyah. Sudah dua tahun ini, pengajian Rolasan masih diliburkan akibat Pandemi Covid-19.
Ada lagi pengajian yang tergabung dalam Ikatan Hajjah Muslimat (IHM). Pengajian ini diinisiasi oleh Umik Zah dan para tokoh ibu-ibu yang baru saja datang dari ibadah Haji di sekitar pertengahan tahun 1980. Pengajian IHM ini masih eksis sampai sekarang dengan anggota sekitar 200-an ibu-ibu hajjah.
Sekitar tahun 2000-an, Umik Zah kembali menginisiasi pengajian rutin Qur’an-an Rebonan diikuti oleh ibu-ibu di Desa Bangsri dan masih berlangsung hingga saat ini. Pengajian ini merupakan kelanjutan dari pengajian rutin Mbah Haroen Syakur. Pada awalnya, pengajian rebonan ini bersifat idaroh, berputar dari rumah ke rumah. Lama kelamaan jumlah jamaah semakin besar hingga ratusan orang yang akhirnya pelaksanaan pengajian ditetapkan tempatnya di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari. Pengajian Rebonan masih berjalan hingga saat ini, meskipun dalam situasi pandemi Covid-19.
Menguatkan Kesejahteraan Perempuan Desa
Di usia 72 tahun, Umik Zah masih aktif dan bersemangat untuk melakukan penguatan kesejahteraan perempuan desa. Ia menginisiasi simpan pinjam kepada para bakul (pedagang) pasar di Desa Bangsri, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. Inisiatif tersebut dilatarbelakangi oleh keprihatinan Umik Zah terhadap para pedagang kecil yang lebih dari 50% terjerat utang kepada renternir. Utang mereka semakin besar dan mereka semakin tidak mampu mengembalikannya. Usaha tersebut bukan hal yang mudah, hingga saat ini masih ada yang berutang ke renternir.
Umik Zah juga masih aktif dan mengembangkan Gerakan Nasoinal Orang Tua Asuh (GNOTA) di tingkat desa. Para ibu di sekitar Desa Bangsri yang tergolong mampu, diajak berdonasi untuk membantu anak sekolah yang tidak mampu secara ekonomi. Anak-anak yang membutuhkan untuk membayar SPP, harus datang setiap bulan membawa Kartu SPP mereka, dimintakan tanda tangan Umik Zah. Pihak sekolah lalu berkoordinasi dengan pihak Panitia GNOTA yang dibentuk di tingkat Desa. “Program ini dapat membantu ratusan anak tidak mampu dan alhamdulillah sudah berjalan 10 tahun lebih,” papar Umik Zah.
Umik Zah yang kini berusia 82 tahun adalah perempuan lansia pelopor dan penggerak. Ia masih aktif berkegiatan, memberikan pengajian kepada ibu-ibu dan santri, ziarah ke berbagai daerah, bahkan menguatkan kesejahteraan perempuan di desa. Di luar kegiatan tersebut, ia juga mengisi hari-harinya dengan memperbanyak ibadah dan membaca Alquran.
Tag:Berita, Jepara, Ulama, Ulama Jepara, Ulama Perempuan